Khutbah Shalat Gerhana Bulan 26 Mei 2021
Khutbah Shalat Gerhana Bulan 26 Mei 2021
اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ دَائِبَيْنِ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى مُحَمّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَايُّهَا اْلإِخْوَان، أُوْصِيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ، قَالَ اللهُ تَعاَلَى فِي اْلقُرْآنِ اْلكَرِيْمِ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ: وَمِنْ ءَايَٰتِهِ ٱلَّيْلُ وَٱلنَّهَارُ وَٱلشَّمْسُ وَٱلْقَمَرُ، لَا تَسْجُدُوا۟ لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَٱسْجُدُوا لِلَّهِ ٱلَّذِى خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Jamaah shalat gerhana rahimakumullah
Malam hari ini Rabu, 26 Mei 2021, terjadi gerhana bulan total dan telah dimulai prosesnya. gerhana ini dapat diamati di seluruh wilayah Indonesia.
Mitologi Gerhana
Peristiwa alam ini melahirkan
macam-macam mitologi di berbagai belahan bumi. Di negeri Cina kuno, orang
percaya bahwa gerhana terjadi karena seekor naga langit membanjiri sungai
dengan darah lalu menelannya. Itu sebabnya orang Cina menyebut gerhana sebagai
“chih” yang artinya “memakan”.
Demikian pula di Jepang, dahulu orang percaya bahwa gerhana terjadi karena ada
racun yang disebarkan ke bumi. Untuk menghindari air di bumi terkontaminasi
oleh racun tersebut, maka masyarakat menutupi rapat sumur-sumur mereka.
Di Indonesia, khususnya Jawa, dahulu orang-orang menganggap bahwa gerhana bulan
terjadi karena ada Batarakala alias raksasa jahat memakan rembulan. Mereka
kemudian beramai-ramai memukul kentongan pada saat gerhana untuk menakut-nakuti
dan mengusir Batarakala.
Demikianlah orang-orang Quraisy di Arabia, gerhana bulan dikaitkan dengan
kejadian-kejadian tertentu di bumi, seperti adanya kematian atau kelahiran
seseorang. Kepercayaan ini dipegang secara turun temurun sehingga menjadi
keyakinan umum masyarakat di zaman itu.
Di zaman Rasulullah SAW, pernah terjadi gerhana matahari, pada saat yang sama
putra beliau bernama Ibrahim bin Muhammad meninggal dunia. Sebagian orang
menghubung hubungkan, mengkait kaitkan peristiwa alam tersebut dengan kematian
putra beliau.
Mereka beranggapan bahwa peristiwa gerhana adalah karena alam ikut berduka cita
atas kematian putra Rasul Allah SAW. Semua kepercayaan di atas adalah mitos
atau takhayul, yang salah satu penyebabnya adalah karena pengetahuan
masyarakat tentang alam masih sederhana. Dan jiwa mereka masih diliputi oleh
keyakinan paganism atau penyembahan kepada para dewa
Islam Meluruskan Mitologi
Jamaah shalat gerhana rahimakumullah
Di antara misi Islam adalah melenyapkan mitologi dari keyakinan manusia.
Mitologi adalah kepercayaan-kepercayaan yang bersemayam dalam jiwa masyarakat
tetapi tidak memiliki dasar nalar dan wahyu.
Dahulu orang orang Romawi memberi nama hari hari mereka dengan nama dewa-dewa
yang mereka sembah dan mereka agungkan. Sunday: hari untuk menyembah
dewa matahari. Monday: hari untuk menyenmbah dewa rembulan. Saturday:
hari untuk menyembah dewa Saturnus.
Kemudian Islam melenyapkan mitologi tersebut dengan memeri nama hari
berdasarkan urut-urutannya. Ahad, isnain, tsulatsa’, arbi’a’,
khamis, jumu’ah, dan sabtu.
Demikianlah dalam masalah gerhana ini. Rasulullah saw, menjelaskan rembulan
(bulan) atau matahari adalah benda langit, seperti benda benda langit yang
lainnya, yang merupakan tanda tanda keagungan Allah, tanda-tanda kemutlakan
kuasa Allah swt, atas semua makhluk-Nya.
Fenomena lam yang berujud gerhana baik matahari ataupun rembulan bukan karena
kematian atau kelahiran seseorang, melainkan peristiwa alam yang akan
memperkuat iman kita, semakin mendekatkan kita kepada Allah swt.
Sebagaimana sabda Rasullah SAW riwayat al-Bukhari dari Aisyah RA:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالنَّاسِ فَقَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ ثُمَّ رَكَعَ
فَأَطَالَ الرُّكُوعَ ثُمَّ قَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ
الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ
ثُمَّ سَجَدَ فَأَطَالَ السُّجُودَ ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ
مِثْلَ مَا فَعَلَ فِي الْأُولَى ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ انْجَلَتْ الشَّمْسُ
فَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ
الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ
أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ
وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Dari Aisyah bahwasanya dia berkata, “Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman
Rasulullah SAW. Kemudian beliau mendirikan shalat bersama orang banyak. Beliau
berdiri dalam shalatnya dengan berdiri yang lama, kemudian rukuk dengan
memanjangkan rukuknya, kemudian berdiri dengan lama berdirinya, namun tidak
selama yang pertama. Kemudian beliau rukuk dan memanjangkan rukuknya, namun
tidak selama rukuknya yang pertama.
Kemudian beliau sujud dengan memanjangkan sujudnya, beliau kemudian mengerjakan
rakaat kedua seperti pada rakaat yang pertama. Saat beliau selesai melaksanakan
shalat, matahari telah nampak kembali. Kemudian beliau menyampaikan khutbah di
hadapan orang banyak, beliau memulai khutbahnya dengan memuji Allah dan
mengangungkan-Nya.
Lalu bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari
tanda-tanda kebesaran Allah, dan tidaklah gerhana itu disebabkan karena mati
atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana, maka banyaklah berdoa
kepada Allah, bertakbirlah, dirikan shalat dan bersedekahlah.” (HR al-Bukhari,
hadirs nomor 986).
Empat Sikap Hadapi Gerhana
Dalam hadits tersebut ditegaskan,
paling tidak ada empat sikap ajaran Islam terhadap peristiwa gerhana.
Pertama, bahwasannya tidak ada hubungan antara peristiwa gerhana dengan
kelahiran atau kematian seseorang. Mitologi tidak memiliki tempat dalam ajaran
islam.
Kedua, bahwasannya kita harus mampu menjadikan momentum gerhana sebagai sarana
untuk semakin meningkatkan kualitas ibadah kita kepada Allah, mendekatkan diri
kepadanya. Dengan cara melaksanakan shalat gerhana, banyak banyak bertakbir,
dan berdoa kepada-Nya.
Juga sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas hubungan baik kita dengan
sesama manusia, dengan cara memperbanyak sedekah, dan menebar manfaat kepada
mereka.
Ketiga, gerhana juga merupakan peringatan Allah kepada para hamba-Nya agar
segera bertobat dari dosa dan kesalahan-kesalahannya. Karena nabi juga
bersabda:
وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ يُخَوِّفُ اللهُ بِهِمَا عِبَادَهُ
Di mana gerhana matahari dan bulan adalah dua di antara tanda-tanda kekuasaan
Allah yang dengan keduanya Ia menakut-nakuti dan memperingatkan
hamba-hamba-Nya.
Dari hadits ini, kita dapat mengetahui gerhana adalah peringatan bagi para
hamba agar menjauhi kemaksiatan dan bersegera melakukan berbagai kebaikan.
gerhana peringatan bagi kita semua agar bersegera melakukan taubat dengan
taubatan nashuha dari semua dosa dan maksiat. Allah SWT, berfirman:
وَمَا نُرْسِلُ بِالآيَاتِ إِلاَّ تَخْوِيفًا (سورة الإسراء: ٥٩)
“Dan tidaklah kami mengirimkan tanda-tanda itu kecuali dalam rangka untuk
menakut-nakuti dan memberi peringatan.” (al-Isra 59).
Taubatan nashuha adalah taubat yang dilakukan dengan
sungguh-sungguh dan memenuhi seluruh rukun taubat. Yaitu menyesal, meninggalkan
dosa, dan bertekad untuk tidak mengulangi lagi dosa yang pernah dilakukan.
Kempat, merenungkan dahsyatnya kekuasaan Allah Rabbul ‘alamin. Gerhana
merupakan peristiwa alamiah sebagai bagian dari gerak harmonis sistem Tata
Surya yang luar biasa. Tata Surya adalah kumpulan benda-benda langit yang
terdiri atas sebuah bintang yang disebut matahari dan semua objek yang terikat
oleh gaya gravitasinya.
Tata Surya kita sendiri terletak di galaksi Bima Sakti, sebuah galaksi spiral
yang berdiameter sekitar 100.000 tahun cahaya dan memiliki sekitar 200 miliar
bintang. Matahari berlokasi di salah satu lengan spiral galaksi yang disebut
Lengan Orion. Letak Matahari berjarak antara 25.000 dan 28.000 tahun cahaya
dari pusat galaksi, dengan kecepatan orbit mengelilingi pusat galaksi sekitar
2.200 kilometer per detik. Subhânallâh.
Momentum Menyadari Kekuasaan Allah
Peristiwa gerhana rembulan total ini
merupakan momentum tepat bagi kita semua untuk merenungkan dahsyatnya kekuasaan
Allah Rabbul ‘alamin, Penguasa Alam Raya ini. Ini juga momentum seorang hamba
untuk mengagungkan Tuhannya, meningkatkan kualitas penghambaan kepada-Nya.
Mari kita gunakan kesempatan langka ini untuk ber-muhasabah,
menginstropeksi diri sendiri. Sudahkah doa, takbir, dan sedekah kita berada di
jalan yang benar? Apakah kita berdoa sebagai wujud ketawadukan kepada Sang
Khaliq atau keserakahan kita sebagai manusia yang serba-ingin? Berdoa karena
kita membutuhkan Allah atau sekadar memenuhi nafsu diri sendiri? Pernahkah kita
tidak meremehkan doa sebagai perintah dari Allah SWT.
Lalu bagaimana dengan takbir kita? Sudahkah ia lebih mendalam dan bermakna dari
sebatas kata-kata? Apakah kita bagian dari sebagian orang yang bertakbir
membesarkan nama Allah tapi di saat bersamaan juga membesarkan ego pribadi dan
kelompoknya sendiri?
Bagaimana pula dengan sedekah kita? Seberapa besar manfaat yang dibawa harta
dan kehadiran kita untuk orang-orang sekitar? Masihkah kita membeda-bedakan
dalam bersedekah orang yang kita senangi dan orang yang kita benci? Sudah kita
tak mengharap pamrih dari jasa-jasa yang kita buat meskipun sekadar pujian dan
terima kasih?
Apapun momentumnya, seyogianya hal itu menjadi bahan memperbaiki kualitas
kepribadian kita. Semakin dekat kepada Allah dari hari ke hari, kian bersahabat
dengan alam dan manusia lainnya dari waktu ke waktu.
Hal itu bisa dilakukan hanya dengan menjadikan Allah sebagai satu-satunya
tujuan dan Dzat yang diagungkan, melebihi apa saja, tak terkecuali jabatan,
gelar, harta, atau lainnya.
Iman al-Ghazali pernah bertanya, “Apa yang paling besar di dunia ini?”
Murid-muridnya yang menjawab, “Gunung.” “Matahari.” “Bumi.”
Imam Al-Ghazali berkata, “Semua jawaban itu benar. Tapi yang jauh lebih besar
adalah hawa nafsu. Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai
nafsu kita membawa ke neraka.”
Semoga kita semua bisa belajar dan mengambil dari peristiwa gerhana rembulan
ini.
جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ
الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ
المُؤْمِنِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ
وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ
اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ
عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ
خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى
يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ
وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ
اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا
بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرْ
Khutbah Shalat Gerhana Bulan 26 Mei 2021; Editor Abina Juli Selmi, S.A.P
Komentar
Posting Komentar